KOMPETEN DAN KOMPETENSI
Kompeten adalah
ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk
dengan konsisten memberikan tingkat
kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik.
Kompeten harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum
istilah ini digunakan dapat dipertukarkan. Upaya awal untuk menentukan kualitas
dari manajer yang efektif didasarkan pada
sejumlah sifat-sifat kepribadian dan ketrampilan manajer yang ideal. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus pada ketrampilan yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu pekerjaan.
Ketrampilan-ketrampilan ini adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan
potensial untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian
orang-orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil
manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan mana efektivitas manajer ditentukan, yang
menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana melakukan sesuatu
dengan baik.
Terdapat
perbedaan konsep tentang kompetensi menurut konsep Inggris dan konsep Amerika Serikat.
Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di
tempat kerja dalam berbagai cara.
Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification (NCVQ) didasarkan pada
standar kompetensi. Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai
contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi. Penilaian kompetensi adalah
suatu proses yang perlu untuk menyokong insisiatif-inisiatif ini dengan
menentukan kompetensi-komptensi apa yang karyawan harus perlihatkan.
Pendapat yang
hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa
kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada
perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan dasar
yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi
mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang
karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak meterjemahlkan kepandaiannya
ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi
kompetensi tidak hanya mengetahui apa
yang harus dilakukan.
Kebingungan yang
banyak terjadi dengan kompetensi adalah
pengetahuan (knowledge), ketrampilan
(skills), sikap (attiudes), dan sifat-sifat pribadi lain (KSAs). Apakah KSAs sama dengan kompetnsi kerja?
Kravetz menyatakan tidak sama, walaupun
terdapat hubungan antara KSAs dan kompetensi, ada perbedaan tertentu antara
mereka. Tabel di bawah ini memperlihatkan pebedaan-perbedaan kunci :
Tabel : Perbedaan antara KSAs dan Kompetensi Kerja
Knowledge, skills,
Abilities or Personality
Trits (KSAs)
|
Job Competencies
|
·
Lebih mendasar
|
·
Lebih maju
·
Dikembangkan pada pekerjaan melalui
pengalaman kerja.
·
Hasil sintese beberapa KSAs dengan
pengalaman kerja
·
Apa yang seharusnya organisasi bayar.
·
Mudah diukur karena alam
perilaku
|
Sumber: Kravetz: Measurement Human Capital
Suatu kompetensi
adalah apa yang seorang karyawan mampu kerjakan untuk mencapai hasil yang
diinginkan dari satu pekerjaan. Kinerja
atau hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku ditempat kerja yang
didasarkan pada KSAs. ditunjukkan dengan kerangka berikut:
KSAs à Behavior à Performance
Dari kerangka di
atas dapat diketahui bahwa secara teoritis KSAs adalah sebagai dasar perilaku
di tempat kerja, sedangkan perilaku di tempat kerja yang
mengandung unsur-unsur KSAs menghasilkan kinerja. Untuk praktik, seuatu
pekerjaan spesifik harus diidentifikasi kriteria-kriteria utamanya yang
kemudian dijabarkan ke dalam dimensi-dimensi dan indikator-indikator kinerja
kunci yang harus dicapai berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan.
KSAs di sini adalah merupakan dasar kompetensi kerja yang merupakan kemampuan,
kemauan, dan sikap untuk mencapai strandar kinerja yang telah dietapkan dalam
setiap pekerjaan spesifik. Kemampuan, kemauan, dan sikap ini dapat diamati
dalam perilaku di tempat kerja dalam seseorang melaksanakan pekerjaannya.
Misalnya, Motivasi
sesungguhnya tidak lain adalah sikap seseorang dalam bekerja di tempat kerja,
seperti bersemamgat, tekun, ulet, yang tidak dapat diamati di luar tempat
kerja. Dasar motivasi adalah kebutuhan-kebutuhan
manusia, yang menimbulkan dorongan atau tidak untuk berperilaku tertentu.
Kepemimpinan
tidak lain adalah KSAs, artinya mengandung unsur-unsur pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap dalam proses mempengaruhi orang-orang lain. Komunikasi
sebagai bidang ilmu pemahaman juga mengandung KSAs, artinya untuk berkomunikasi
yang efektif harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang etis. Jadi
tidak ada pekerjaan apapun yang tidak mengandung KSAs, hanya berbeda dalam
proporsinya saja.
Dalam bidang
pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi
memerlukan adannya keterkaitan dan kesesuaian antara lembaga pendidikan dan
dunia kerja (link antara University & Industry). Sebagai konsekwensinya,
kurikulum-bebasiskan-kompetensi harus dirancang berdasarkan pada
praktik-praktik dalam industri, sebaliknya praktik-praktik dalam industri seharusnya
didasarkan pada KSAs yang telah diperoleh dari lembaga pendidikan. Di
Indonesia, ini berarti perlu adanya kerjasama antara badan yang mempunyai
otoritas dalam penysunan kurikulum-berbasiskan –kompetensi deangan badan yang mempunyai
otoritas menentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, yang
berwewnang memberikan sertifikasi profesi.. Jika tidak, maka
”kurikulum-berbasiskan-kompetensi” kemungkinan besar tidak akan sesuai dengan
standar kompetensi kerja dalam industri. Berarti
krikulum-berbasiskan-kompetensi tidak mmampu menyediakan SDM yang ”siap pakai”.
Kompetensi
kerja secara teoritis dipengruhi oleh
faktor-faktor seperti pelatihan, pengembangan karir, imbalan berdasarkan
kompetensi, seleksi, petunjuk strategik, yang dapat dilihat dari gambar di
bawah ini.
1. Sistem Komptensi di Inggris
Menurut Shirley Fletcher (Terbitan
bahasa Indonesia, 2005) pada awal tahun 1970-an, program New Training
Initiative (MSC 1981) untuk pertama kali diluncurkanh sebagai landasan standar
baru (standards of new kinds). Pada
tahun 1986, White Paper dan peninjauan kembali kualifikasi ketrampilan kejuruan
(vocational qualifications)
mengarahkan lahirnya Standards Development Programme (Program Pengembangan Standar).
Kemudian, Manpower Service Commission diberi tanggung jawab untuk
mengembangkan standar kinerja pekerjaan
untuk semua sektor industri.
Tinjauan terhadap kualifikasi ketrampilan kejuruan juga mengarah pada
pembentukan NCVQ, dan sekarang menjadi Qualification and Curriculum Authority (QCA), yang bertanggung
jawab untuk mengembangkan kriteria kerangka kualifikasi baru berdasarkan
standar kompetensi baru.
Masing-masing industri diminta mengembangkan standar untuk sektornya
sendiri. Badan asosiasi masing-masing industri diberi tanggung jawab mengelola
proyek pengembangan standar kompetensi unruk sektornya sendiri. Mereka juga
mengembangkan standar yang berlaku untuk semua peran pekerjaan pada semua
sektor industri dan perdagangan. Di Inggris, standar berbasiskan-kompetensi
mencerminkan harapan kinerja di tempat
kerja. Pengembangan standar kompetensi pribadi yang melengkapi standar
kompetensi kerja juga terus dilanjutkan.
2. Amerika Serikat – Model Awal dalam
Pendidikan
Umumnya, orang sepakat bahwa pendidikan berbasis kompetensi berakar dari
pendidikan guru, yang biasanya disebut sebagai CEBT : competency-based eductation and training. Pengembangn dipercepat
oleh pendanaan dari US Office of Education untuk mengembangkan model program
pelatihan bagi guru-guru sekolah dasar.
Model ini mencakup ’spesifikasi tepat mengenai kompetensi atau perilaku yang harus dipelajari, instruksi yang
berdasarkan modul, pengalaman pribadi dan di lapangan’. Model ini dikenal
sebagai pendidikan guru berbasis kompetensi atau performance-based teacher education PBTE). Tetapi model ini
mendapat reaksi dari lembaga pendidikan tinggi, yang memandang tren baru
tersebut sebagai ancaman otonomi dan status akademis. Sistem berbasis model ini
juga menuntut reorganisasi sumber daya yang besar – isu yang berdampak pada
bidang pendidikan dan pelatihan pada semua level (Shirley Fletcher, 2005).
Palembang,
2 Oktober 2007
Oleh : H. Buyung Ahmad Syafei, P.Hd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar