Powered By Blogger

Kamis, 09 Februari 2012

FISIKA I



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah yang dibuat oleh kelompok tujuh dapat terselesaikan dengan baik yaitu mata kuliah FISIKA TEKNIK dengan judul “DISPERSI DAN INTERFERENSI”.
            Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengajarkan bahwa sesungguhnya pendidikan itu sangatlah penting dan sebagai keharusan untuk di pelajari karena pendidikan dapat memajukan IPTEK dan membuat masyarakat menjadi lebih berilmu. Makalah ini juga dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca untuk membuat makalah dan menambah wawasan dalam ilmu pendidikan.
            Makalah yang disusun dan dibuat atas dasar tugas yang diberiakan  dan sebagai pertanggung jawaban, untuk mata kuliah dasar-dasar pendidikan. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada :
1.      Ibu Puput, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah dasar-dasar pendidikan yang telah membimbing kami dalam belajar di kampus.
2.      Seluruh pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah.
Bahwa tiada gading yang tak ada retaknya, sehingga kami menyadari bahwa makalah yang dibuat jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari dosen ataupun dari para pembaca sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga makalah yang dibuat ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan masyarakat umum.


Surabaya, 21 April 2010

Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                         ……………………    i
Dafar Isi                                                                     ……………………    ii
BAB I
1.      Pengertian Interefrensi                           ……………...........     1
2.      Interferensi gelombang air                     ...............................     2
a.         Interferensi dari dua sumber titik   ...............................     3
b.         Panjang gelombang, jarak antara sumber dan sudut ..... 3
3. Interferensi Gelombang Cahaya              .............................       5
a. Interferensi Celah Ganda                    ..............................      5
b. Interferensi Lapisan Tipis                   ...............................     7         
BAB II
            1. Pengertian Dispersi                                   ………………..…..    9
        a. Sudut Dispersi                               ................................    10
        b. Sudut Deviasi                                ................................    11
                                                                                    



BAB I
1. Interferensi Gelombang
gambar:interferensi gelombang.jpg
Keterangan:
        (a) Dua Gelombang Sefase
        (b) Dua gelombang berlawanan fase
            Dua gelombang disebut .sefase. jika kedua gelombang tersebut memiliki frekuensi sama dan pada setiap saat yang sama memiliki arah simpangan yang sama pula. Adapun dua gelombang disebut berlawanan fase, jika kedua gelombang tersebut memiliki frekuensi sama, dan pada setiap seal yang sama memiliki arah simpangan yang berlawanan.
            Untuk mengamati interterensi dari dua buah gelombang dapat digunakan sebuah tangki rink (ripple tank). Pertemuan kedua gelombang akan mengalami inte
rferensi jika pertemuan kedua gelombang saling menguatkan, disebut interfreusi maksimum atau interferensi konstruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombang sefase. Akan tetapi, jika pertemuan gelombang saling melemahkan, disebut interferensi minimum atau interferensi destruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombangnya berlawanan fase.

                Jika dua gelombang sefase dan dua gelombang berlawanan fase mengalami interferensi, akan didapatkan seperti gambar dibawah ini:
gambar:interferensi.jpg 
Keterangan:
(a) Interferensi maksimum dua gelombang sefase
(b) Interferensi minimum dua gelombang berlawanan fase

2. Interferensi Gelombang Air
            Pada permukaan air  ada dua sumber titik yang mengeluarkan gelombang lingkaran periodik. Gelombang-gelombang lingkaran yang berasal dari sumber pertama akan berpusat pada sumber tersebut. Begitu juga gelombang-gelombang yang berasal dari sumber kedua akan berpusat pada sumber kedua. Tempat-tempat tertentu pada permukaan air akan tenang tidak akan terjadi gerak gelombang, sedang pada tempat-tempat lain terjadi penjalaran gelombang pada jalur-jalur tertentu. Pola semacam ini disebut pola interferensi. Peristiwa interferensi terjadi karena pada medium gelombang berlaku prinsip superposisi.


a. Interferensi dari dua sumber titik          
            Misalkan kedua sumber titik yang mengeluarkan gelombang periodik, terpisah dengan jarak d, dan masing-masing mengeluarkan gelombang periodik dengan frekuensi yang sama. Misalkan saja digerakkan bersama-sama, maksudnya kedua sumber masuk dan keluar airpada waktu-waktu yang bersamaan. Jadi masing-masing sumber menghasilkan puncak gelombang pada saat-saat yang bersamaan. Dalam hal ini kedua sumber dikatakan mempunyai fasa yang sama. Kita dapat menggambarkan gelombang-gelombang yang dihasilkan oleh kedua sumber ini dengan lingkaran-lingkaran yang berpusat pada masing-masing sumber tersebut. Lingkaran-lingaran ini menyatakan  puncak-puncak gelombang yang menyebarke luar dari kedua sumber titik ini. Karena sumbernya periodik, puncak-puncak gelombang akan mempunyai jarak yang sama, yaitu satu panjang gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang yang berasal dari kedua sumber ini sama sebab frekuensi kedua sumber ini sama pula. Sedangkan jari lingkaran-lingkaran puncak untuk waktu yang sama mempunyai besar yang sama, sebab kedua sumber ini bergerak dengan fasa yang sama.
b. Panjang gelombang, jarak antara sumber dan sudut
            Dalam tangki, kita dapat mengukur panjang jalan suatau titik sebarang pada garis simpul, dan dengan menggunakan hubungan Ps1Ps2 = ( n – 1/2) λ  kita daapat memperoleh panjang gelombang (λ). Kita tidak perlu menghentikan gelombang untuk melakukan ini. Garis simpul tidaklah bergerak, sehingga pengukuran PS1 dan PS2 dapat dilakukan dengan mudah. Jika kita ingin mengukur λ dengan jarak dari puncak ke puncak gelombang kita harus menghentikan gelombang misalnya dengan memotret tangki. kadang-kadang lebih mudah untuk melakukan pengukuran pada jarak yang jauh dari S1 dan S2 yang dimaksudkan dengan jauh disini yaitu pada jarak yang jauh lenih dari d. dalam kita mengukur PS1 dan PS2 dan mengambil selisihnya untuk mendapatkan beda panjang jalan, kita dapatkan kesalahan pengukuran lebih besar dari λ/2. Karena  itu kita mencari jalan lain untuk mengukur pada beda panjang jalan. Unuk suatu titik  sebarang P yang jauh dari sumber, beda panjang PS1 - PS2 bergantung pada sudut antara PS1 dan d.
            Dalam gambar dilukiskan dua sumber S1, S2 dan suatu titik P yang sangat jauh dibanding dengan jarak d antara S1 dan S2. Jarak PA dibuat agar sama dengan PS2 sehingga sudut (1)dan sudut (2) sama, dan PS1 –PS2 =AS1. Makin jauh P dari S1 dan S2, PS1 dan PS2 akan makin sejajar. Kita hanya akan memandang hal dimana P terletak sangat jauh dai S1 dan S2, sehingga PS1 dan PS2 dianggap sejajar. Maka  kita dapatkan Gb. (b) karena sudut (1) dan sudut (2) sekarang menjadi sudut siku-siku, segitiga AS1 S2 merupakan segitiga siku-siku, maka  AS1 = sin Ï´ ditunjukkan pada gbr. Karena AS1 merupakan beda panjang jalan maka : PS1 –PS = d sin Ï´. Jika P terletak pada garis simpul yang ke-n, maka : PS1 – PS2 = (n – ½) λ. Jadi kita dapatkan (n – ½) λ = d sin Ï´n atau sin Ï´n (n -1/2) λ/d.
            Selama P terletak jauh sekali dari S1 dan S2, perlu diperhatikan bahwa hasil ini (persamaan 3-1) menyatakan bahwa di tempat jauh dari sumber, arah garis simpul tidaklah berubah. Arah ini diberikan oleh sudut Ï´n. Di tempat yang jauh dari sumber, garis-garis simpil haruslah merupakan garis lurus. Sebenarnya jika garis-garis simpul pada tempat yang jauh dari sumber kita teruskan lurus, garis-garis ini mkana memotong ititk tengah antara S1 dan S2. Jika jumlah garis simpul bertambah besar jika λ makin pendek. Kita dapat menghubungkan ini dengan persamaan (3-1). Karean sin  Ï´n tidak mungkin lebih besar dari i, maka (n – ½) λ/d tidak mungkin lebih besar dari 1. Harga n yang paling besar yang memenuhi syarat ini ialah banyaknya garis simpul  pada sebelah kiri garis sumbu. Juml;ah ini hanay bergantung pada λ/d dan bertambah besar jika λ makin kecil.
            Untuk mengukur secara teliti kta dapat mengukur arah garis simpul ken,  yaitu Ï´n. Harga λ kemudian dapat dihitung dari persamaan (3-1). Kedalam tangki Ï´n mudah diukur, tetapi untuk gelombang lain hal ini belum tentu berlaku. Berhubung dengan ini, kita ingin mencari jalan lain untuk menentukan sin Ï´n secara langsung untuk megukur sudut Ï´n sendiri. Misalkan titik P terletak pada garis simpul ke-n, dan terletak jauh dari sumber S1 dan S2



Gambar
                                  p
                             
 
                          
 Gambar jika titk P terletak pada suatu garis simpul maka Xn, L dan d menentukan  λ
            jadi garis CP dan S1P  dapat dianggap sejajar dan keduanya  tegak lurus pada AS2. Karena garis sumbu tegak lurus pada d maka, Ï´n’ = Ï´n. Akan tetapi dari gambar : sin Ï´n’ = Xn/L. L ialah jarak PC, dan Xn adalah garis sumbu. Jika P jauh dari sumber Ï´n’ = Ï´n kita dapat kan : (n – ½)λ/d = sin Ï´ = sin Ï´’ atau λ=d (X /L)/(n – ½) dimana x dan L adalah untuk garis smpul ke-n.
3. INTERFERENSI GELOMBANG CAHAYA
            Interferensi cahaya adalah perpaduan dari dua gelombang cahaya. Apabila  dua gelombang cahaya bersifat koheren, yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo sama serta beda fase tetap, maka hasil interferensinya memiliki pola yang teratur dan dapat di tangkap pada layar sebagai garis terang dan garis gelap
a.      Interferensi Celah Ganda
Hasil interferensi pada layar yang berupa garis-garis terang dan gari-garis gelap tergantung pada beda lintasan berkas cahaya. Garis-garis antara dua goresan dapat dipandang sebagai suatu celah, dan interferensi cahaya dari 20.000 celah membentuk suatu garis-garis terang yang sempit, dengan posisi bergantung pada panjang gelombang. Hal ini berarti, bahwa jika kita memasukkan cahaya putih maka pada pola difraksi akan kita peroleh spektum cahaya. Kisi difraksi dipergunakan untuk menguraikan warna sehingga dapat dipergunakan dalam spektroskopi. Dengan spektroskopi pada cahaya yang diserap oleh suatu bahan, kita dapat mempelajari struktur molekul-molekul yang ada dalam suatu bahan.
Interferensi maksimum (Terang)
Interferensi maksimum pada celah ganda akan terjadi jika kedua gelombang memiliki fase yang sama, yaitu ketika beda lintasannya sama sama dengan nol atau kelipatan dari panjang gelombang.
d sin θ = nλ; n = 0, 1, 2, ……bilangan n menyatakan orde atau nomor terang. Untuk n = 0 disebut maksimum orde ke nol atau terang pusat, untuk n = 1 disebut terang ke-1, dan seterusnya. Mengingat bahwa untuk d << ᶩ, maka sudut θ sangat kecil dan secara pendekatan berlaku sin θ = tan θ = sehingga dapat ditulis menjadi  
 = nl...................... ( 2-21 )
Dengan P adalah jarak ke-n dari terang pusat.
Interferensi minimum (Gelap)
            Interferensi minimum pada celah ganda akan terjadi jika kedua gelombang berbeda fase sebesar 180, yaitu ketiaka beda lintasannya sama dengan bilangan ganjil kali setengah panjang gelombang. Secara matemarika syarat terjadinya interferensi maksimum adalah :
d sin  = ( 2n – 1 )
d sin  = ( 2n – 1 ) ; n = 1,2,3 . . .           ................(2-22)
Bilangan n menyatakan orde atau nomor gelap. Untuk n = 1 disebut minimum orde ke-1 atau gelap ke-1, dn seterusnya. Dengan pendekatan yang sama untuk sin = , maka persamaan (2-22) dapat ditulis menjadi
= (n  -  ) ; n = 1, 2, 3, . . .                    ................................(2-23)
Dengan  p  adalah jarak gelap ke-n dari terang pusat.
Garis Terang dan Garis Gelap Berurutan.
Jarak antara dua garis terang maupun jarak antara dua garis gelap pada interferensi celah ganda adalah sama dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-21) maupun (2-23) sehingga diperoleh
 =   ..............................(2-24)
Untuk dua garis terang maupun dua garis gelap berurutan berarti n  = 1 sehingga jarak antara dua garis terang maupun jarak dua garis gelap berurutan dapat diperoleh melalui persamaan
 =                    ..................(2-25)

b.   Interferensi Lapisan Tipis
Peristiwa  interferensi pada lapisan tipis dapat kita amati pada embun atau gelombang air sabun yang terkena sinar matahari maupun lapisan tipis minyak tanah yang tumpah diatas air sehingga memancarkan  warna cahaya tertentu.
Pola interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perbedaan panjang lintasan optik dan perubahan fase sinar pantul. Perhatikan gambar, yang menunjukkan suatu sinar dengan sudut datang i menuju lapisan tipis dengan ketebalan d dan indeks bias  n sehingga sinar mengalami pemantulan dan pembiasan dengan sudut bias r. Dengan mempertimbangkan kedua faktor diatas maka dapat ditentukan syarat interefrensi sebagai berikut :
1.      syarat terjadinya interferensi maksimum (terang) 2nd cos r = (m -  ) ; m = 1, 2, 3, . . .
2.      syarat terjadinya interfernsi minimum (gelap) 2nd cos r = m; m = 0, 1, 2, . .











 







Gambar 2.7 interferensi pada lapisan tipis







BAB II
Dispersi Gelombang
gambar:dispersi gelombang.jpg

            Perubahan bentuk gelombang ketika melewati suatu medium disebut dispersi gelombang. Gelombang longitudinal, seperti gelombang bunyi, kecil sekali mengalami disperse atau bahkan tidak sama sekali. Sifat inilah yang digunakan dalam pencitraan dengan mengunakan USG (Ultra Sonografi).
Gelombang cahaya mengalami disperse. Dengan sifat disperse gelombang cahaya pada prisma, kita dapat menentukan lebar spektrum matahari. Misalkan cahaya polikromatik (cahaya matahari) dilewatkan pada prisma dengan indeks bias n2 dalam medium berindeks bias n1, dan sudut pembias β seperti pada gambar dibawah ini.
Besar sudut yang dibentuk antara sinar yang masuk ke prisma dan yang keluar prisma disebutsudut deviasi, yang besarnya dapat ditulis sebagai berikut:
D=i+r'- β
Keterangan:
β = sudut pembias prisma
i = besar sudut cahaya dat
ang ke prisma
r’ = besar sudut cahaya saat meninggalkan prisma
Dengan menggunaka hukum Snellius, kita dapat menghitung sudut deviasi minimum sebagai berikut:
Dm=2i-β
Bila sudut pembias lebih besar dari 150 (β > 150) besar sudut deviasi minimum n1 sin ((Dm+ β))/2 = n_2 sin(β/2)
Bila sudut pembias lebih kecil dari 150 (β < 150) maka
Dm =(n2/n1 - 1)β
Keterangan:
n1 = indeks bias medium di sekitar prisma, bila udara n = 1
n2 = indeks bias prisma
Dm = sudut deviasi minimum (derajat)

 a. Sudut Dispersi
            Bila cahaya putih (polikromatik) atau cahaya matahari melewati suatu prisma maka cahaya yang keluar dari prisma berupa spektrum cahaya matahari yang terdiri atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilla, dan ungu. Penguraian warna polikromatik menjadi warna monokromatik yang disebabkan oleh perbedaan cepat rambat dari masing – masing warna disebut dengan disperse. Setiap warna cahaya memiliki sududt deviasi minimum masing – masing.
Selisih deviasi warna ungu dengan warna merah disebut sudut dispersi. Jadi, lebar sudut disperse atau lebar spectrum matahari dapat dinyatakan sebagai berikut:
φ= (nμ- 1)β - (nm- 1)β atau
φ= (nμ- nm )β
Dengan:
nµ = indeks bias sinar ungu
nm = indeks bias sinar merah
φ = sudut disperse
β = sudut pembias prisma
 b. Sudut Deviasi
Cahaya yang merambat melalui prisma akan mengalami dua kali pembiasan, yaitu saat memasuki dan meninggalkan prisma. Apabila sinar yang datang dan sinar yang keluar dari prisma diperpanjang, maka keduanya akan berpotongan di suatu titik dan membentuk sudut tertentu yang disebut deviasi. Jadi, sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar keluar pada prisma. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah




Pada segitiga PSQT berlaku hubungan :  + PSQ = 1800 . sedangkan pada segitiga  PSQ berlaku hubungan : r1+ i2 + PSQ = 1800  . dengan demikian, diperoleh hubungan baru:
 + PSQ = r1+ i2  + PSQ
 = r1+ i2        ………………………………(2-13)
dengan  = sudut puncak atau sudut pembias prisma
            r1  = sudut bias pada permukaan pertama
             i2   = sudut datang pada permukaan kedua
pada segitiga PQR berlaku hubungan PRQ + QPR + PQR = 1800 di mana QPR = i1  - r1  dan PQR = i2  - r2  sehingga diperoleh
      PRQ + ( i1  - r1  ) + ( i2  - r2  ) = 1800
PRQ = 1800  + ( i1  - r2 ) - ( i1 - r2  )
Dengan demikian sudut deviasi D adalah
      D = 1800  - PRQ
        = 1800  - [1800   + ( r1  + i2 ) - ( i1  + r2 )]
      = ( i1  + r2 ) - ( r1  - i2 )
Karena  = r1  + i2, maka diperoleh
D = i1  + r2 -       …………………….(2-14)
Dengan D = sudut deviasi
i1  =  sudut dating pada permukaan pertama
r2  = sudut bias pada permukaan kedua

Deviasi Minimum
Berdasarkan persamaan (2-14), untuk sebuah prisma kita dapat mengubah sudut deviasi dengan cara mengubah sudut datang i1 . Hasil percobaan menunjukkan hubungan antara sudut deviasi D dan sudut datang seperti tampak pada Gambar dibawah.




Deviasi minimum D terjadi pada saat sudut dating pertama i sama dengan sudut bias kedua r. Secara matematika dapat dituliskan syarat deviasi minimum D adalah
i = r  atau  r= i………………………… ( 2-15 )
sehingga persamaan ( 2-14 ) dapat ditulis menjadi
D = 2i-…………………………………( 2-15 )
            Pada saat terjadi deviasi minimum, maka persamaan ( 2-13 ) dapat ditulis menjadi  r= dan persamaan ( 2-14 ) menjadi i=(- D). Jika indeks bias prisma adalah n dan indeks bias medium adalah n, maka dengan menggunakan hukum snellius akan diperoleh
n sin i= n sin r
n sin (- D) = n sin …………………………..( 2-17 )
Untuk sudut pembias ( sudut puncak ) prisma yang kecil ( < 15), maka sin  (- D) =  (- D) dan sin  =  sehingga persamaan
( 2-17 ) dapat ditulis menjadi
n [ (- D) = n ()
D= (  - 1 )…………………………………………( 2-18 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar