KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah yang dibuat
oleh kelompok tujuh dapat terselesaikan dengan baik yaitu mata kuliah FISIKA
TEKNIK dengan judul “DISPERSI DAN INTERFERENSI”.
Makalah ini dibuat dengan
tujuan untuk mengajarkan bahwa sesungguhnya pendidikan itu sangatlah penting
dan sebagai keharusan untuk di pelajari karena pendidikan dapat memajukan IPTEK
dan membuat masyarakat menjadi lebih berilmu. Makalah ini juga dapat digunakan
sebagai pedoman bagi pembaca untuk membuat makalah dan menambah wawasan dalam
ilmu pendidikan.
Makalah yang disusun dan
dibuat atas dasar tugas yang diberiakan
dan sebagai pertanggung jawaban, untuk mata kuliah dasar-dasar
pendidikan. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Puput, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah
dasar-dasar pendidikan yang telah membimbing kami dalam belajar di kampus.
2. Seluruh pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan
makalah.
Bahwa tiada gading yang tak ada retaknya, sehingga kami menyadari bahwa makalah yang dibuat jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari dosen
ataupun dari para pembaca sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga makalah yang dibuat ini bermanfaat bagi
penulis, pembaca dan masyarakat umum.
Surabaya, 21 April 2010
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar …………………… i
Dafar Isi …………………… ii
BAB I
1.
Pengertian Interefrensi ……………........... 1
2.
Interferensi gelombang air ............................... 2
a.
Interferensi dari dua sumber titik ............................... 3
b.
Panjang gelombang, jarak antara sumber dan sudut ..... 3
3.
Interferensi Gelombang Cahaya ............................. 5
a. Interferensi Celah Ganda .............................. 5
b.
Interferensi Lapisan
Tipis ............................... 7
BAB II
1. Pengertian Dispersi ………………..….. 9
a. Sudut Dispersi ................................ 10
b. Sudut Deviasi ................................ 11
BAB I
1. Interferensi Gelombang
Keterangan:
(a) Dua Gelombang Sefase
(b) Dua gelombang berlawanan fase
(a) Dua Gelombang Sefase
(b) Dua gelombang berlawanan fase
Dua
gelombang disebut .sefase. jika kedua gelombang tersebut memiliki frekuensi
sama dan pada setiap saat yang sama memiliki arah simpangan yang sama pula.
Adapun dua gelombang disebut berlawanan fase, jika kedua gelombang tersebut
memiliki frekuensi sama, dan pada setiap seal yang sama memiliki arah simpangan
yang berlawanan.
Untuk mengamati interterensi dari dua buah gelombang dapat digunakan sebuah tangki rink (ripple tank). Pertemuan kedua gelombang akan mengalami interferensi jika pertemuan kedua gelombang saling menguatkan, disebut interfreusi maksimum atau interferensi konstruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombang sefase. Akan tetapi, jika pertemuan gelombang saling melemahkan, disebut interferensi minimum atau interferensi destruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombangnya berlawanan fase.
Untuk mengamati interterensi dari dua buah gelombang dapat digunakan sebuah tangki rink (ripple tank). Pertemuan kedua gelombang akan mengalami interferensi jika pertemuan kedua gelombang saling menguatkan, disebut interfreusi maksimum atau interferensi konstruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombang sefase. Akan tetapi, jika pertemuan gelombang saling melemahkan, disebut interferensi minimum atau interferensi destruktif. Peristiwa ini terjadi jika pada titik pertemuan tersebut kedua gelombangnya berlawanan fase.
Jika dua gelombang sefase dan dua gelombang berlawanan fase mengalami interferensi, akan didapatkan seperti gambar dibawah ini:
Keterangan:
(a) Interferensi maksimum dua gelombang sefase
(b) Interferensi minimum dua gelombang berlawanan fase
(a) Interferensi maksimum dua gelombang sefase
(b) Interferensi minimum dua gelombang berlawanan fase
2. Interferensi
Gelombang Air
Pada permukaan air ada dua sumber titik yang mengeluarkan
gelombang lingkaran periodik. Gelombang-gelombang lingkaran yang berasal dari
sumber pertama akan berpusat pada sumber tersebut. Begitu juga
gelombang-gelombang yang berasal dari sumber kedua akan berpusat pada sumber
kedua. Tempat-tempat tertentu pada permukaan air akan tenang tidak akan terjadi
gerak gelombang, sedang pada tempat-tempat lain terjadi penjalaran gelombang
pada jalur-jalur tertentu. Pola semacam ini disebut pola interferensi. Peristiwa interferensi terjadi karena pada medium
gelombang berlaku prinsip superposisi.
a. Interferensi dari dua sumber
titik
Misalkan kedua sumber
titik yang mengeluarkan gelombang periodik, terpisah dengan jarak d, dan
masing-masing mengeluarkan gelombang periodik dengan frekuensi yang sama. Misalkan
saja digerakkan bersama-sama, maksudnya kedua sumber masuk dan keluar airpada
waktu-waktu yang bersamaan. Jadi masing-masing sumber menghasilkan puncak
gelombang pada saat-saat yang bersamaan. Dalam hal ini kedua sumber dikatakan
mempunyai fasa yang sama. Kita dapat
menggambarkan gelombang-gelombang yang dihasilkan oleh kedua sumber ini dengan
lingkaran-lingkaran yang berpusat pada masing-masing sumber tersebut.
Lingkaran-lingaran ini menyatakan puncak-puncak
gelombang yang menyebarke luar dari kedua sumber titik ini. Karena sumbernya
periodik, puncak-puncak gelombang akan mempunyai jarak yang sama, yaitu satu
panjang gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang yang berasal dari kedua
sumber ini sama sebab frekuensi kedua sumber ini sama pula. Sedangkan jari
lingkaran-lingkaran puncak untuk waktu yang sama mempunyai besar yang sama,
sebab kedua sumber ini bergerak dengan fasa yang sama.
b. Panjang
gelombang, jarak antara sumber dan sudut
Dalam tangki, kita dapat
mengukur panjang jalan suatau titik
sebarang pada garis simpul, dan dengan menggunakan hubungan Ps1 – Ps2 = ( n – 1/2) λ kita
daapat memperoleh panjang gelombang (λ). Kita tidak perlu menghentikan
gelombang untuk melakukan ini. Garis simpul tidaklah bergerak, sehingga
pengukuran PS1 dan PS2 dapat dilakukan dengan mudah. Jika kita ingin mengukur λ
dengan jarak dari puncak ke puncak gelombang kita harus menghentikan gelombang
misalnya dengan memotret tangki. kadang-kadang lebih mudah untuk melakukan
pengukuran pada jarak yang jauh dari S1 dan S2 yang dimaksudkan dengan jauh
disini yaitu pada jarak yang jauh lenih dari d. dalam kita mengukur PS1 dan PS2
dan mengambil selisihnya untuk mendapatkan beda panjang jalan, kita dapatkan
kesalahan pengukuran lebih besar dari λ/2. Karena itu kita mencari jalan lain untuk mengukur
pada beda panjang jalan. Unuk suatu titik
sebarang P yang jauh dari sumber, beda panjang PS1 - PS2 bergantung pada
sudut antara PS1 dan d.
Dalam gambar dilukiskan
dua sumber S1, S2 dan suatu titik P yang sangat jauh dibanding dengan jarak d
antara S1 dan S2. Jarak PA dibuat agar sama dengan PS2 sehingga sudut (1)dan
sudut (2) sama, dan PS1 –PS2 =AS1. Makin jauh P dari S1 dan S2, PS1 dan PS2
akan makin sejajar. Kita hanya akan memandang hal dimana P terletak sangat jauh
dai S1 dan S2, sehingga PS1 dan PS2 dianggap sejajar. Maka kita dapatkan Gb. (b) karena sudut (1) dan
sudut (2) sekarang menjadi sudut siku-siku, segitiga AS1 S2 merupakan segitiga
siku-siku, maka AS1 = sin Ï´ ditunjukkan
pada gbr. Karena AS1 merupakan beda panjang jalan maka : PS1 –PS = d sin Ï´.
Jika P terletak pada garis simpul yang ke-n, maka : PS1 – PS2 = (n – ½) λ. Jadi
kita dapatkan (n – ½) λ = d sin Ï´n atau sin Ï´n (n -1/2) λ/d.
Selama P terletak jauh sekali
dari S1 dan S2, perlu diperhatikan bahwa hasil ini (persamaan 3-1) menyatakan
bahwa di tempat jauh dari sumber, arah garis simpul tidaklah berubah. Arah ini
diberikan oleh sudut Ï´n. Di tempat yang jauh dari sumber, garis-garis simpil
haruslah merupakan garis lurus. Sebenarnya jika garis-garis simpul pada tempat
yang jauh dari sumber kita teruskan lurus, garis-garis ini mkana memotong ititk
tengah antara S1 dan S2. Jika jumlah garis simpul bertambah besar jika λ makin
pendek. Kita dapat menghubungkan ini dengan persamaan (3-1). Karean sin Ï´n tidak mungkin lebih besar dari i, maka (n
– ½) λ/d tidak mungkin lebih besar dari 1. Harga n yang paling besar yang
memenuhi syarat ini ialah banyaknya garis simpul pada sebelah kiri garis sumbu. Juml;ah ini
hanay bergantung pada λ/d dan bertambah besar jika λ makin kecil.
Untuk mengukur secara teliti kta dapat mengukur arah garis simpul ken, yaitu Ï´n.
Harga λ kemudian dapat dihitung dari persamaan (3-1). Kedalam tangki ϴn mudah
diukur, tetapi untuk gelombang lain hal ini belum tentu berlaku. Berhubung
dengan ini, kita ingin mencari jalan lain untuk menentukan sin Ï´n secara
langsung untuk megukur sudut Ï´n sendiri. Misalkan titik P terletak pada garis
simpul ke-n, dan terletak jauh dari sumber S1 dan S2
Gambar
p
Gambar jika titk P terletak pada suatu garis simpul maka Xn, L dan d
menentukan λ
jadi garis CP dan
S1P dapat dianggap sejajar dan
keduanya tegak lurus pada AS2. Karena
garis sumbu tegak lurus pada d maka, Ï´n’ = Ï´n. Akan tetapi dari gambar : sin
Ï´n’ = Xn/L. L ialah jarak PC, dan Xn adalah garis sumbu. Jika P jauh dari
sumber Ï´n’ = Ï´n kita dapat kan : (n – ½)λ/d = sin Ï´ = sin Ï´’ atau λ=d (X /L)/(n
– ½) dimana x dan L adalah untuk garis smpul ke-n.
3. INTERFERENSI GELOMBANG CAHAYA
Interferensi cahaya adalah perpaduan dari dua gelombang
cahaya. Apabila dua gelombang cahaya
bersifat koheren, yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo sama serta beda fase
tetap, maka hasil interferensinya memiliki pola yang teratur dan dapat di
tangkap pada layar sebagai garis terang dan garis gelap
a.
Interferensi Celah Ganda
Hasil
interferensi pada layar yang berupa garis-garis terang dan gari-garis gelap
tergantung pada beda lintasan berkas cahaya. Garis-garis antara dua goresan
dapat dipandang sebagai suatu celah, dan interferensi cahaya dari 20.000 celah
membentuk suatu garis-garis terang yang sempit, dengan posisi bergantung pada
panjang gelombang. Hal ini berarti, bahwa jika kita memasukkan cahaya putih
maka pada pola difraksi akan kita peroleh spektum cahaya. Kisi
difraksi dipergunakan untuk menguraikan warna sehingga dapat dipergunakan dalam
spektroskopi. Dengan spektroskopi pada cahaya yang diserap oleh suatu bahan,
kita dapat mempelajari struktur molekul-molekul yang ada dalam suatu bahan.
Interferensi maksimum (Terang)
Interferensi
maksimum pada celah ganda akan terjadi jika kedua gelombang memiliki fase yang
sama, yaitu ketika beda lintasannya sama sama dengan nol atau kelipatan dari
panjang gelombang.
d sin θ =
nλ; n = 0, 1, 2, ……bilangan n menyatakan orde atau nomor terang. Untuk n = 0
disebut maksimum orde ke nol atau terang pusat, untuk n = 1 disebut terang
ke-1, dan seterusnya. Mengingat bahwa untuk d << ᶩ, maka sudut θ sangat kecil dan secara pendekatan berlaku sin θ = tan θ = sehingga
dapat ditulis menjadi
= nl...................... ( 2-21 )
Dengan P adalah
jarak ke-n dari terang pusat.
Interferensi minimum (Gelap)
Interferensi
minimum pada celah ganda akan terjadi jika kedua gelombang berbeda fase sebesar
180,
yaitu ketiaka beda lintasannya sama dengan bilangan ganjil kali setengah
panjang gelombang. Secara matemarika syarat terjadinya interferensi maksimum
adalah :
d
sin = ( 2n – 1 )
d
sin = ( 2n – 1 ) ; n = 1,2,3 . . . ................(2-22)
Bilangan n menyatakan orde atau nomor gelap.
Untuk n = 1 disebut minimum orde ke-1
atau gelap ke-1, dn seterusnya. Dengan pendekatan yang sama untuk sin = , maka persamaan (2-22) dapat ditulis menjadi
= (n - ) ; n = 1, 2, 3, . .
. ................................(2-23)
Dengan p adalah jarak gelap ke-n dari terang pusat.
Garis Terang dan Garis Gelap Berurutan.
Jarak antara dua
garis terang maupun jarak antara dua garis gelap pada interferensi celah ganda
adalah sama dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-21) maupun (2-23)
sehingga diperoleh
= ..............................(2-24)
Untuk dua garis
terang maupun dua garis gelap berurutan berarti n = 1 sehingga jarak antara dua garis terang
maupun jarak dua garis gelap berurutan dapat diperoleh melalui persamaan
= ..................(2-25)
b. Interferensi
Lapisan Tipis
Peristiwa interferensi pada lapisan tipis dapat kita
amati pada embun atau gelombang air sabun yang terkena sinar matahari maupun
lapisan tipis minyak tanah yang tumpah diatas air sehingga memancarkan warna cahaya tertentu.
Pola
interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perbedaan
panjang lintasan optik dan perubahan fase sinar pantul. Perhatikan gambar, yang
menunjukkan suatu sinar dengan sudut datang i menuju lapisan tipis dengan
ketebalan d dan indeks bias n sehingga sinar mengalami pemantulan dan
pembiasan dengan sudut bias r. Dengan mempertimbangkan kedua faktor diatas maka
dapat ditentukan syarat interefrensi sebagai berikut :
1. syarat terjadinya
interferensi maksimum (terang) 2nd cos r = (m - ) ; m = 1, 2, 3, . . .
2.
syarat
terjadinya interfernsi minimum (gelap) 2nd cos
r = m; m = 0, 1, 2, . .
Gambar 2.7 interferensi pada lapisan tipis
BAB II
Dispersi Gelombang
Perubahan
bentuk gelombang ketika melewati suatu medium disebut dispersi gelombang. Gelombang longitudinal, seperti gelombang bunyi, kecil sekali
mengalami disperse atau bahkan tidak sama sekali. Sifat inilah yang digunakan
dalam pencitraan dengan mengunakan USG (Ultra Sonografi).
Gelombang cahaya mengalami disperse. Dengan sifat disperse gelombang cahaya pada prisma, kita dapat menentukan lebar spektrum matahari. Misalkan cahaya polikromatik (cahaya matahari) dilewatkan pada prisma dengan indeks bias n2 dalam medium berindeks bias n1, dan sudut pembias β seperti pada gambar dibawah ini.
Gelombang cahaya mengalami disperse. Dengan sifat disperse gelombang cahaya pada prisma, kita dapat menentukan lebar spektrum matahari. Misalkan cahaya polikromatik (cahaya matahari) dilewatkan pada prisma dengan indeks bias n2 dalam medium berindeks bias n1, dan sudut pembias β seperti pada gambar dibawah ini.
Besar sudut yang dibentuk antara
sinar yang masuk ke prisma dan yang keluar prisma disebutsudut deviasi, yang
besarnya dapat ditulis sebagai berikut:
D=i+r'- β
Keterangan:
β = sudut pembias prisma
i = besar sudut cahaya datang ke prisma
r’ = besar sudut cahaya saat meninggalkan prisma
β = sudut pembias prisma
i = besar sudut cahaya datang ke prisma
r’ = besar sudut cahaya saat meninggalkan prisma
Dengan menggunaka hukum Snellius,
kita dapat menghitung sudut deviasi minimum sebagai berikut:
Dm=2i-β
Bila sudut pembias lebih besar dari 150 (β > 150)
besar sudut deviasi minimum n1 sin ((Dm+ β))/2 = n_2 sin(β/2)
Bila sudut pembias lebih kecil dari 150 (β < 150) maka
Bila sudut pembias lebih kecil dari 150 (β < 150) maka
Dm =(n2/n1 - 1)β
Keterangan:
n1 = indeks bias medium di sekitar prisma, bila udara n = 1
n2 = indeks bias prisma
Dm = sudut deviasi minimum (derajat)
Keterangan:
n1 = indeks bias medium di sekitar prisma, bila udara n = 1
n2 = indeks bias prisma
Dm = sudut deviasi minimum (derajat)
Bila
cahaya putih (polikromatik) atau cahaya matahari melewati suatu prisma maka
cahaya yang keluar dari prisma berupa spektrum cahaya matahari yang terdiri
atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilla, dan ungu. Penguraian
warna polikromatik menjadi warna monokromatik yang disebabkan oleh perbedaan
cepat rambat dari masing – masing warna disebut dengan disperse. Setiap warna
cahaya memiliki sududt deviasi minimum masing – masing.
Selisih deviasi warna ungu dengan warna merah disebut sudut dispersi. Jadi, lebar sudut disperse atau lebar spectrum matahari dapat dinyatakan sebagai berikut:
Selisih deviasi warna ungu dengan warna merah disebut sudut dispersi. Jadi, lebar sudut disperse atau lebar spectrum matahari dapat dinyatakan sebagai berikut:
φ= (nμ- 1)β - (nm- 1)β atau
φ= (nμ- nm )β
φ= (nμ- nm )β
Dengan:
nµ = indeks bias sinar ungu
nm = indeks bias sinar merah
φ = sudut disperse
β = sudut pembias prisma
nµ = indeks bias sinar ungu
nm = indeks bias sinar merah
φ = sudut disperse
β = sudut pembias prisma
b. Sudut
Deviasi
Cahaya yang
merambat melalui prisma akan mengalami dua kali pembiasan, yaitu saat memasuki
dan meninggalkan prisma. Apabila sinar yang datang dan sinar yang keluar dari
prisma diperpanjang, maka keduanya akan berpotongan di suatu titik dan
membentuk sudut tertentu yang disebut deviasi. Jadi, sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar
datang dan sinar keluar pada prisma. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar
dibawah
Pada segitiga PSQT berlaku hubungan : + PSQ = 1800 . sedangkan pada segitiga PSQ berlaku hubungan : r1+ i2
+ PSQ = 1800 .
dengan demikian, diperoleh hubungan baru:
+ PSQ = r1+
i2 + PSQ
= r1+ i2
………………………………(2-13)
dengan = sudut puncak atau
sudut pembias prisma
r1 = sudut bias pada permukaan
pertama
i2 = sudut
datang pada permukaan kedua
pada segitiga PQR berlaku hubungan PRQ + QPR + PQR = 1800 di mana QPR = i1 - r1
dan PQR = i2 - r2
sehingga diperoleh
PRQ + ( i1 - r1
) + ( i2 - r2
) = 1800
PRQ = 1800 +
( i1 - r2
) - ( i1 -
r2 )
Dengan
demikian sudut deviasi D adalah
D = 1800 - PRQ
= 1800 - [1800 + ( r1 + i2
) - ( i1 + r2
)]
= ( i1
+ r2 ) - ( r1
- i2 )
Karena = r1 + i2, maka diperoleh
D = i1 + r2
- …………………….(2-14)
Dengan D =
sudut deviasi
i1 = sudut dating pada permukaan pertama
r2 = sudut bias pada permukaan kedua
Deviasi Minimum
Berdasarkan
persamaan (2-14), untuk sebuah prisma kita dapat mengubah sudut deviasi dengan
cara mengubah sudut datang i1 . Hasil
percobaan menunjukkan hubungan antara sudut deviasi D dan sudut datang seperti
tampak pada Gambar dibawah.
Deviasi minimum D terjadi pada saat
sudut dating pertama i sama dengan sudut bias
kedua r. Secara matematika dapat dituliskan syarat deviasi minimum D adalah
i = r atau r= i………………………… ( 2-15 )
sehingga
persamaan ( 2-14 ) dapat ditulis menjadi
D = 2i-…………………………………( 2-15 )
Pada saat terjadi deviasi minimum, maka persamaan ( 2-13
) dapat ditulis menjadi r= dan persamaan ( 2-14 )
menjadi i=(- D). Jika indeks bias prisma adalah n dan indeks bias medium
adalah n, maka dengan menggunakan hukum snellius akan diperoleh
n sin i= n sin r
n sin (- D) = n sin …………………………..( 2-17 )
Untuk sudut
pembias ( sudut puncak ) prisma yang kecil ( < 15), maka sin (- D) = (- D) dan sin = sehingga persamaan
( 2-17 ) dapat ditulis menjadi
n [ (- D) = n ()
D= ( - 1 )…………………………………………( 2-18 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar